Menghidupkan Masjid Muhammad

 



Masyarakat merupakat organisasi tingkat lanjut dalam lingkup pembahasan sosial. Dalam sebuah organisasi atau masyarakat membutuhkan ruang komunal untuk bersosialisasi, bertukar fikiran, ataupun menyelesaikan permasalahan sosial atau personal. Menurut Idawari Asmal ruang komunal atau ruang bersama merupakan ruang atau space yang dimanfaatkan untuk kepentingan bersama untuk melakukan interaksi sosial.

Begitupun dalam Islam, masjid juga berperan sebagai ruang komunal dalam kehidupan bermasyarakat Islam. Masjid berasal dari bahasa Arab, yaitu Sajada dan mengambil bentuk keterangan tempat (Isim makan) yang berarti tempat sujud atau tempat untuk menyembah Allah. Meskipun makna masjid adalah tempat beribadah, namun dalam praktiknya masjid mengambil banyak peran dalam kehidupan beragama dan bernegara.

Pada periode dakwah rasulullah masjid mengambil peranan penting dalam penyebaran ajaran Islam. Dalam buku Sirah Nabawiyah, Syech Syafiurrahman Mubarakfuri menjelaskan bahwa pada masa dakwah Rasul di madinah, Rasul membangun masjid sebagai pusat peribadatan umat Islam. Selain sebagai pusat ritus keagamaan pada waktu itu, masjid juga digunakan sebagai pusat dari segala aktifitas umat muslim mulai dari pusat study keilmuan, pengadilan, maupun tempat rapat pembesar-pembesar Islam untuk memutuskan kebijakan publik pada waktu itu.

Sidi Gozalba dalam bukunya yang berjudul Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan menambahkan, bahwa masjid tidak hanya dipahami sebagai tempat penyelenggaraan ritus keagamaan. Dalam pendapatnya beliau memaparkan bahwa masjid adalah tempat mengajarkan, membicarakan, dan menyimpulkan semua pokok kehidupann Islam. Dan kehidupan Islam dapat diuraikan dalam tiga hal yaitu, teologi, antropologi, dan kebudayaan, atau dalam bahasa Islam disebut sebagai Ibadah, taqwa dan muamalah.

Dalam pandangan Sidi, masjid telah menjelma sebagai ibu yang mengajarkan cara-cara berkehidupan dan menjadi tempat pulang bagi semua permasalahan sosial umat Islam. Karena peran penting inilah masjid dianggap tempat suci yang menjadi jantung aktivitas sosial keagamaan.

Indonesia menjadi negara yang paling banyak membangun masjid. Dewan Masjid Indonesi (DMI) mencatat setidaknya ada 800.000 lebih masjid dan mushola yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan beragama di Indonesia. Yusuf Kalla mencatat setiap 220 orang di suatu daerah pasti ada masjid. Bentuknya  beragam, mulai dari yang kecil hingga besar dan megah.

Namun sayangnya dengan banyaknya masjid yang dibangun tidak seimbang dengan jamaah yang meramaikannya. Masjid akan ramai hanya pada hari jum’at atau saat hari-hari besar keagamaan seperti hari raya idul fitri dan idul adha. Masjid yang dulunya menjadi ruang komunal bagi umat Islam sekarang tidak ada bedanya dengan bangunan lainnya. Alasannya beragam, mulai dari mobilitas hidup yang semakin tinggi hingga semakin lunturnya semangat berjamaah.

Namun sebenarnya ada yang luput dari peran masjid yaitu sebagai pemberi manfaat sosial bagi kemaslahatan umat. Selama ini masjid hanya dianggap sebagai tempat ritus keagamaan yanpa memerhatikan kemaslahatan sosial. Karena hal inilah masjid mulai ditinggalkan dan mulai menyandang label tempat orang sholat. Pandangan ini tentu sangat bertentangan dengan fungsi masjid pada masa lampau yang teah kita bahas di atas. Oleh karena itu umat Islam perlu menghidupkan kembali kemakmuran masjid Muhammad, dengan mengembalikan semua peran dan fungsi masjid untuk kemaslahatan umat.

Di dalam al Qur’an Allah telah memberikan pelajaran tentang memakmurkan masjid pada surat at Taubah ayat 18.

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dalam kamus al ma’ani kata makmur diartikan dengan tumbuh atau berkembang hal ini dapat diartikan dengan memakmurkan berarti menumbuhkan atau menambah kuantitas jamaah yang datang ke masjid.

Dalam menjawab tantangan ini orientasi masjid harus direnungkan kembali. Akankah masjid ini hanya sebatas menjadi tempat ritus keagamaan atau membantu masyarakat memperoleh kesejahteraan?

Memakmurkan masjid dalam konteks zaman sekarang tentu tidak bisa disamakan dengan zaman dahulu. Perjalanan umat muslim selama empat belas abad ini telah membawa evolusi pemikiran yang semakin kompleks.

Jika pada masa lalu masjid memberdayakan tunawisma dengan memberikan tempat tinggal di samping asjid nabawi, maka masjid masa kini harus memberikan atau menjadikan umat menjadi mandiri secara ekonomi dan pemikiran. Dengan pengelolaan zakat, infaq dan sedekah yang baik dapat memberikan surplus yang lebih untuk memfasilitasi masjid menjadi lebih baik lagi. Terlebih jika masjid mampu membantu mengatasi permasalahan ekonomi jamaah.

Tak sampai di situ masjid harus kembali menjadi laboratorium pemikiran umat. Dengan membina umat hingga memiliki pemikiran yang mutakhir sama halnya membekali umat untuk bersaing dalam kehidupan. Karena dengan bangkitnya pemikiran berarti menghidupkan jiwa yang sebelumnya mati.

 

 

Posting Komentar

0 Komentar