Imam Husain AS
(tokopedia)
Karbala
merupakan salah satu kota suci bagi kaum Syiah di Irak, sekitar 140 km di
selatan Baghdad. Di kota inilah terdapat makam Husain bin Ali bin Abi Thalib (4
H/ 626 M - 61 H/680 M), keluarga dan pengikutnya yang dibunuh oleh pasukan
Umayah pada hari Asyura tanggal 10 Muharram 61 H (10 Oktober 680 M), dibawah
pimpinan Ubaidullah bin Ziyad, cucu Abu Sufyan dan Gubernur Persia di bawah
kendali Khalifah Yazid bin Muawiyah atau Yazid I. Abu Sufyan sendiri adalah
pembesar Mekkah, yang sebelum dibebaskan oleh Islam, ia menjadi musuh bebuyutan
Nabi Muhammad, dan klannya. Bani Umayyah adalah musuh besar klan Bani Hasyim,
darimana keluarga Nabi berasal (juga keluarga Ali bin Abi Thalib). Tampaknya
dendam kesukuan model Arab Jahiliah tetap terpelihara pada anak cucu Abu
Sufyan, walaupun secara lahiriah mereka sudah menganut Islam sebagai agamanya,
dan yang menjadi sasaran adalah anak cucu Nabi Muhammad, yang seharusnya
dimuliakan oleh setiap orang muslim. Di
Karbala ini juga dimakamkan Abbas bin
Abdul Mutholib, paman Nabi Muhammad SAW.
Akan tetapi
sebagaimana tercatat dalam sejarah, persoalan Mu’awiyah dan keturunanya mendendam kepada
keluarga Nabi memang faktor dendam darah sebagai watak bangsa Arab Jahiliah.
Sebagaimana diketahui, pada waktu perang Badar, pemuda yang ditunjuk sebagai
ujung tombak pasukan muslim adalah Ali bin Abi Thalib. Ali lah yang kemudian
membunuh ‘Uthbah
bin Rabi’ah (kakek Mu’awiyah dari Ibunya), Walid bin ‘Uthbah (paman Mu’awiyah dari Ibunya), dan Handzalah bin Abi
Sufyan (saudara Mu’awiyah).
Sejak
saat itu Mu’awiyah
sudah mendendam kepada Rasulullah dan Ali, hanya karena belum memiliki
kesempatan, maka ia masih “bertiarap” sambil tetap melakukan gerakan bawah tanah,
dengan menunjuk Marwan bin Hakam sebagai pimpinan agen rahasianya. Saat Utsman
bin Affan (keluarga besar bani Umayah) menjadi khalifah, Mu’awiyah meminta jatah jabatan kepada Utsman,
dan ia jadikan Gubernur di Syam mulai saat itu ia membuat gerakan
terang-terangan memusuhi keluarga Nabi.
Mu’awiyah dan keluarganya kemudian masuk Islam
dalam keadaan terpaksa, yakni karena mereka sudah tidak memilki kekuatan lagi
di Makkah. Keislaman Mu’awiyah
diduga hanya sebagai taktik dan strategi jangka panjang, agar dapat membalas
dendam kepada Ali khususnya keluarga Nabi. Setelah khalifah Utsman wafat, Mu’awiyah sendiri mendapat moment puncaknya yakni
mengakat dirinya sebagai khalifah serta menyatakan perang pada Ali serta
keluarga Nabi.
Pagi
hari, 10 Muharram 61 H, melihat pasukan Umar bin Saad yang demikian besarnya,
Husain mengatur posisi para pengawalnya Zuhair bin Kayn berjaga-jaga di sebelah
kanan perkemahan, sementara Habib bin Muzahir disebelah kirinya. Pada hari itu,
pasukan Husain sempat melaksanakan sholat dzuhur (ada yang mengatakan sholat
khauf). Pada sore hari itulah terjadi pertempuran yang sangat tidak seimbang,
dan sebenarnya sangat memalukan. Seperti ribuan kawanan iblis dan serigala yang
mengeroyok 72 orang manusia kecil, sebagian besar wanita dan anak-anak yang
pernah disayangi Rasulullah. Yang mula-mula terbunuh adalah Ali Al Akbar bin
Husain, anak Muslim bin Uqail dan Abdullah bin Ja’far, kemudian Qasim bin Hasan, keponakan
Husain, cicit Rasulullah. Ali Asghar sendiri (anak Husain) meninggal dihujam
tombak dan ditebas dengan pedang, padahal ia bayi di bawah dua tahun.
Kesyahidan
Husain sangat tragis, setelah terlebih dahulu dibiarkan kehausan dari pagi
sampai sore sambil terus menerus diserang. Diperintahkan pasukan khusus yang
dipimpin Syammar bin Ziljausan, panglima haus darah, menyerangnya. Imam Husain
dikeroyok ramai-ramai, secara bergantian, sehingga Husain terpisah dari
kemahnya. Yang pertama kali tercatat berhasil melukai Husain adalah Abul Hunuq
Al Ju’fi membidikkan panahnya ke arah Imam Husain
AS. Anak panah itu menancap tepat di dahi beliau. Imam menariknya dari dahi
suci itu. Tak ayal darah segar langsung mengalir dengan derasnya dan membasahi
wajah beliau.
Ketika
Husain beristirahat sejenak dari peperangan, tanpa diduga, salah seorang
tentara pasukan Syammar melemparkan batu tepat ke wajah beliau sampai berdarah.
Kemudian Husain membalut lukanya dengan kain. Pada saat itu tentara pemanah
Umar bin Saad melepaskan panah bermata
tiga dari arah belakang, dan tepat mengenai dada beliau tembus ke punggung.
Terdengar beliau berkata, Bismillah,
wabillah, wa’ala
millati Rasulullah.” Beliau mengerahkan tenaga
mencabut panah dari arah punggungnya, dan darah mengucur deras, yang kemudian
diraupkan ke wajah beliau, sambil berdo’a, “Ya, Allah mudahkanlah kematian ini.”
Saat itu
Husain bangkit dari keletihannya dan bersiap untuk bertempur kembali. Sementara
sejak dari pagi dilarang untuk minum air dari sungai Eufrat. Beliau sendiri
saat itu sudah berusia 55 tahun dan dalam kondisi sakit. Husain membagikan
beberapa nasihat kepada para tentara Ibnu Ziyad, agar tidak membela kezaliman.
Namun nasihat tersebut disambut Malik bin Nashr dengan menghantamkan gagang
pedangnya ke kepala itu kembali mengucurkan darah dan sang imam terduduk, tidak
mau bangkit kembali.
Saat itu
serombongan prajurit datang untuk mengeroyok Husain, dan pada saat yang sama,
ada seorang remaja dengan gagah berani melindungi Husain, yakni Abdullah bin
Hasan keponakan dan cicit Rasulullah. Ia tidak menghiraukan lagi panggilan
Zainab (anak perempuan Husain) agar kembali karena bahaya yang mengancam
dirinya. Karena tebasan pedang pasukan
Samir, yakni Bahr bin Ka’ab, tangan anak itu terputus. Sementara Husain
menghiburnya, bahwa ia akan bertemu dengan neneknya (yakni Fatimah Az Zahra) di
surga. Saat Abdullah di pangkuan Husain itulah, Harmalah bin Kahin, tentara Umar
bin Hasan gugur dipangkuan Husain.
Dalam
kondisi kritis tersebut, tidak ada lagi prajurit yang maju menyerang Husain, karena tidak mau
disebut sebagai pembunuh cucu Rasulullah. Suasana panas, kepedihan hati karena
berbagai nasehatnya sudah tidak di gubris lagi oleh pasukan Ibn Ziyad, lelah
dan kehausan membuat Husain lelah dan lengah. Pada saat yang sama Syammar
beteriak “Hai
apalagi yang kalian tunggu? Cepat habisi dia!” prajurit terprovokasi. Akhirnya Za’rah bin Syariq dari pihak Syammar menebas
lengannya serta pundaknya, salah satu prajurit Kufah bernama Hushain menusukkan
tombak ke leher beliau, seorang lagi mengayunkan lagi pedang ke leher beliau, Sinnan
bin Anis ambil bagian dengan menusuk dadanya, Shalih bin Wahab menyerangkan pedadangnya ke
pinggang Husain, dan setelah jasad Imam Husain jatuh terlentang, Syammar bin
Ziljausan dengan wajah menyeringai kejam, menaiki dada Husain pada ujung
tombaknya. Selain itu, hampir semua anggota badan Husain dipotong-potong
(mutilasi), dipisahkan dari tubuhnya. Naudzubillah.
Teriakan para perempaun suci dan anak kecil tidak dihiraukan lagi oleh para
durjana pembantai laknatullah yang mengantarkan kesyahidan Sayyidina Husain dan
membuatnya tetap dikenang di benak kaum muslim sampai sekarang.
Akhirnya
kepala Husain beserta wanita dan putra Husain dibawa ke kota Kufah untuk
dipersembahkan kepada Gubernur Abdullah bin Ziyad, kemudian dikirim dengan suatu perutusan kepada Khalifah Yazid di
Damaskus. Para wanita keluarga Rasulullah dipermalukan dengan digiring
dipertontonkan dari kota satu ke kota yang lain, dari Karbala sampai Damaskus
dengan tangan terikat.
Kecintaan
Nabi Muhammad terhadap cucunya terlihat pada hadist antara lain riwayat Imam al
Tirmidzi : “Husain
dari aku, dan aku dari Husain. Semoga Allah mencintai orang yang mencintainya.
Husain adalah cucu yang paling aku cintai. Hasan dan Husain memberi rasa harum
kepadakku di dunia. Siapa yang ingin melihat laki-laki ahli surga, lihatlah
Husain” (al jami’ al
shahih, 5/324, hadis no.3864). Pernah juga ketika Nabi SAW menggendong Husain
dipundaknya, beliau berdo’a “Ya Allah, aku sangat mencintainya. Cintailah ia
ya Allah”. Hasan dan Husain di didik langsung oleh
Rasulullah, disamping oleh kedua orangtuanya yang shalih, Ali bin Abi Thalib
dan Fathimah.
Tubuh
Husain disemayamkan di Karbala, Irak. Sementara kepalanya oleh Khalifah Yazid
dikuburkan di pemakaman Baqi’,
Madinah, disamping makam ibunya, Fatimah al Zahra, dan di sisi saudaranya,
Hasan bin Ali.
Pada tanggal 8 Syawal 1334 H atau 21 April 1926, pemakaman Baqi’ yang berisi jasad manusia-manusia suci keluarga Nabi dan para sahabat terdekat diratakan dengan tanah oleh pemerintah Arab Saudi yang beraliran Wahabi, dan masiih menaruh dendam lama kepada ahl al bait yang menyatakan diri sebagai “al khadim al haramayn”, pelayan 2 kota suci.
Kisah
heroik Imam Hasan dan Imam Husain selalu berkesan di sanubari umat islam,
sehingga mereka merasa harus mengadakan ritual yang dimaksudkan untuk
menunjukkan rasa hormat dan cinta mereka kepada dua anak manusia kesayanagan
Rasulullah. Umat islam jawa memperingatinya dengan bubur coklat putih yang
disebut dengan “bubur
Hasan-Husain” atau
dalam lidah Jawa “bubur Kasan-Kusen”.
(Mukti B. Panuntun)
Sumber
: Misteri Bulan Suro Perspektif Islam
Jawa, KH. Muhammad Sholikhin.
0 Komentar