Sumber Gambar : Sindo News
(Part 1)
Oleh
: Mukti Bagus Panuntun*
Hantaman komentar bertubi-tubi yang
diterima Turki dari berbagai negara mencuat di berbagai media Internasional.
Hal ini dikarenakan keputusan dari Pengadilan Turki yang diumumkan presiden
Recep Tayyip Erdogan bahwa Hagia Sophia mulai Jum’at 10 Juli 2020 resmi dirubah
dari museum ke masjid. Hal ini
mengundang berbagai respon Internasional karena bangunan tersebut merupakan
bangunan paling bersejarah yang telah mengalami
banyak peristiwa dan mengarungi berbagai zaman peradaban. Bangunan tersebut sangat berharga bagi seluruh
umat manusia, meskipun
kedigdayaannya berada di wilayah kedaulatan Turki. Ketika
pengalihfungsian menjadi masjid kembali diumumkan, kecaman demi kecaman terus
menyudutkan pemerintah Turki, namun Erdogan
tak gentar menyikapinya. Komentar buruk, provokasi, dan ancaman yang dikutip dari Anadolu
Agency diantarannya dari Menteri Luar Negeri Amerika, Menteri Luar Negeri
Siprus, Uni Eropa, Pemerintahan Yunani, dan Paus Gereja Kristen Ortodoks Rusia.
Di internal negara sendiri juga di tentang oleh partai oposisi CHP (Partai Rakyat Republik Turki) yang didirikan oleh Mustafa
Kemal.
Karena menjadi bagian dari salah satu warisan dunia
UNESCO, organisasi di bawah PBB ini juga menyampaikan kekecewaan atas perubahan
fungsi bangunan. Sebenarnya perubahan status Hagia Sophia menjadi masjid tidak
berdampak signifikan terhadap bangunan karena tidak rusak sama sekali dan
meskipun berubah jadi masjid, pemerintah Turki menyatakan Hagia Sophia terbuka
bagi siapa saja dan barang-barang koleksi museum tetap masih bisa dinikmati
semua kalangan. Pengalihfungsian Hagia Sophia menjadi masjid kembali akan
dimulai pada tanggal 24 Juli 2020, diawali sholat Jum’at persis seperti saat
Sultan Muhammad II Alfatih/ Sultan Mehmed II meresmikan Hagia Sophia menjadi
masjid setelah berhasil menduduki Konstantinopel.
Sejarah Berdirinya Hagia Sophia
Hagia Sophia atau Aya Sophia memliki
arti “Kebijaksanaan Suci”. Dalam sejarah tercatat ada tiga kali pembangunan. Pertama,
diprakarsai oleh Constantie II (ada yang menyebut pembangunan sudah sejak
Constantie I Yang Agung) sekitar abad ke 4 Masehi dengan nama Magna Ecclesia.
Wujud bangunan masih berbahan kayu. Pada saat terjadi kerusuhan 404, bangunan
Hagia Sophia terbakar habis tanpa sisa. Kedua,
oleh Theodosius pada abad ke 5 Masehi yang dirancang oleh arsitek Rufinus,
dengan bahan batu marmer dan kayu, akhirnya hancur juga saat terjadi kerusuhan
Nika pada tahun 532. Namun beberapa ornamen marmer masih bertahan hingga
sekarang. Ketiga, oleh Justinian
I. Setelah
beberapa kehancuran bangunan lama ia merekrut pakar geometri Isidore
dan pakar matematika Anthemius untuk merancang bangunan paling megah dari
bangunan sebelumnya. Setelah selesai pada tahun 537, Justinian mengadakan
selamatan dan mengatakan bahwa ia sudah mengalahkan Bait Sulaiman dengan
membangun bangunan ini yang sampai sekarang masih berdiri megah, sedangkan
mosaik-mosaik dalam bangunan ditambahkan oleh Justinian II.
Hagia Sophia sempat mengalami
berbagai kerusakan akibat bencana seperti gempa bumi ditahun 553 dan 557,
kebakaran tahun 859, gempa bumi hebat tahun 989 dan pada
tahun 1204, perang Salib sempat melanda Konstantinopel. Hagia Sophia menjadi
gereja Katedral Katholik Roma hingga tahun 1261, setelah itu kembali menjadi
gereja Orthodoks di bawah Bizantium. Setelah kejatuhan Konstantinopel di tangan
Sultan Mehmed II, Hagia Sophia beralih fungsi sebagai masjid. Secara simbolis
seorang ulama membacakan Syahadat di Hagia Sophia untuk “mengislamkan”
Hagia Sophia. Sholat Jum’at pertama diadakan tiga hari setelah penaklukan
Konstantinopel. Setelahnya Sultan Mehmed II membangun Bazar, tempat
peristirahatan, dan pusat perekonomian di sekitar Hagia Sophia.
Sebelum tahun 1481 satu minaret
ditambahkan di bangunan Hagia Sophia. Kemudian ditambah lagi pada masa
pemerintahan Beyazid II namun hancur akibat gempa bumi di tahun 1509. Pada masa
Sultan Sulaiman Al Qanuni, ia membawa oleh-oleh dua tugu lilin dari penaklukan
Hungaria dan menaruhnya di sekitar mihrab. Di tahun pemerintahan Sultan Selim
II, ia mempekerjakan arsitek Mimar Sinan untuk mengatasi masalah gempa bumi
yang entah sudah berapa kali merusak Hagia Sophia sekaligus menambahkan menara
di pinggir-pinggir bangunan. Pada masa Sultan Abdul Mecid, ia menyewa arsitek
Italia Gaspare dan Giuseppe Fossati untuk merenovasi pada tahun 1874. Beberapa
kaligrafi ditambahkan, antara lain kaligrafi Allah, Muhammad,
Khulafaurrasyidin, Hasan, dan Husain.
Setelah
berakhirnya Perang Dunia I pada 1918, Kekaisaran Utsmaniyah/ Ottoman mengalami kekalahan. Wilayahnya dipecah-pecah oleh negara-negara
Sekutu sebagai pihak yang menang. Namun, kekuatan nasionalis bangkit dan
menciptakan Turki Modern. Pendiri
Turki Modern dan presiden pertama Republik Sekuler Mustafa
Kemal Ataturk, memerintahkan agar Hagia Sophia diubah menjadi museum. Dialah orang yang merubah tatanan negara Turki seperti sekarang termasuk
yang merubah dari masjid ke musem. Meski kerap dipuja masyarakat Turki
nasionalis sebagai bapak bangsa berkat jasanya menyelamatkan Turki dari
kehancuran, namun kebijakannya yang kontroversial sangat ditentang oleh
sebagian masyarakat Turki terlebih kalangan Islamis.
Pasca Perang Dunia I kesultanan Utsmani memang sudah terlihat lemah
karena pemerintahan diduduki Inggris dan masalah dari eksternal yang terus
menekan. Sehingga di tangan Revolusi muda Turki membuat Mustafa Kemal menggelar
Kongres Dewan Nasional. Mustafa yang
mendapat pendidikan ala barat kemudian melakukan perubahan besar-besaran yakni
Sekulerisme, dimana kepentingan kenegaraan di pisahkan dari agama,
karena kebijakan tersebut pula Mustafa Kemal menerapkan gaya barat di banyak
sektor seperti mengubah sistem negara dari Kesultanan menjadi Republik.
Perubahan sistem kenegaraan ala barat yang digagas Mustafa
Kemal
sangat general kepada barat tanpa melakukan asimilasi dengan sistem Utsmani
yang sudah ada sejak 600-an tahun lalu.
Kebijakan kontroversial diantaranya mengubah tatanan Islam
dengan gaya baru (nasionalis) seperti tidak memperbolehkan menggunakan jilbab
di ranah publik, mengubah tulisan resmi kesultanan Utsmani dari Arab ke Latin
dan membuat bahasa sendiri yakni bahasa Turki. Setelah bahasa Turki terbentuk
dan menyebarluas kemudian mengubah adzan, lantunan, dan teks-teks Islam
dari bahasa Arab ke bahasa Turki.
Setelah Mustafa Kemal Attaturk menjadi Presiden Turki untuk pertama
kalinya ia menutup Hagia Sophia di tahun 1931. Setelah direnovasi dan menjalani
status hukum oleh Pengadilan Tinggi Turki yang menyatakan
bahwa Hagia Sophia di rubah menjadi museum pada 1934, dan dibuka untuk umum
pada tahun 1935. Usut
punya usut ternyata perubahan menjadi museum merupkan permintaan dari pendiri
Institut Bizantium Amerika, Thomas Whittemore yang mempunyai bersahabat dekat
dengan Mustafa Kemal. Sejak difungsikan menjadi museum siapapun dilarang
beribadah di seluruh gedung Hagia Sophia. Namun
pada tahun 2006 pemerintah mengalokasikan ruangan khusus di komplek museum
untuk sholat staf museum. Pengalihfungsian Hagia
Sophia menjadi museum dianggap tindakan yang ilegal
oleh Pengadilan pada masa pemerintahan Erdogan. Pengadilan
menyatakan Hagia Sophia merupakan properti milik Sultan Mehmed II dan digunakan
sebagai masjid tanpa membayar, bukan wewenang parlemen maupun Dewan
Kementeriann era Mustafa Kemal untuk mengubah statusnya menjadi apapun termasuk
museum.
Bersambung...
0 Komentar