Sebagai seorang manusia (insan) tentunya kita tidak akan luput dari hal-hal buruk berupa kesalahan dan juga dosa. Karena memang manusia adalah tempatnya salah dan juga lupa atau yang dalam istilah arab sering dikatakan “al insan mahalul khoto’ wan nisyan”. Namun, saat seorang manusia melakukan kesalahan, apakah hal yang bisa kita lakukan untuk menghilangkan catatan amal keburukan tersebut? tak hanya dengan bertaubat kepada Allah, ternyata Nabi juga memberi anjuran lain kepada umatnya atas amal keburukan yang telah mereka kerjakan. Salah satu kisah sahabat Nabi yang bernama Muadz bin Jabal yang akan membuktikannya.
Muadz bin Jabal adalah salah satu sahabat nabi dari kaum Anshar yang berbai’at kepada Rasulullah sejak pertama kali. Suatu saat, ia diutus oleh Nabi Muhammad SAW ke wilayah Yaman. Di sana ia bertugas sebagai penguasa, hakim agung, sekaligus menjadi pengajar dan pengumpul zakat. Lantas apa saja pesan Nabi kepada Muadz?
Misi Muadz bin Jabal ke Yaman diiringi dengan surat-surat kepercayaan dari Nabi Muhammad. Surat-surat tersebut tentu berisikan misi dakwah Nabi untuk menyebarkan agama Islam. Salah isi surat tersebut berisi: “Inniy bu’itstu lakum khaira ahliy,”. Yang artinya: “Aku mengutus kepadamu, wahai penduduk Yaman, keluargaku yang terbaik,”. Sebelum Muadz berangkat ke Yaman pun, Nabi seolah tengah menguji kelayakan kepadanya dengan beberapa pertanyaan.
Nabi bertanya kepada Muadz: “Kaifa tashna’u idza uridha laka qadhaa-un?”. Yang artinya: “Bagaimana sikapmu jika diajukan kepadamu permintaan menetapkan mengenai suatu hukum?”. Muadz pun menjawab: “Aqdhiy fi kitabillah,”. Yang artinya: “Aku akan memutuskannya berdasarkan Kitabullah,”. Nabi bertanya lagi: “Fa in lam yakun fi kitabillah?”. Yan artinya: “Jika engkau tidak temukan dalam Kitabullah?”. Muadz menjawab: “Bisunnati Rasulillah,”. Yang artinya: “Dengan sunah Rasulullah,”. Nabi kembali bertanya: “Fa in lam yakun fi sunnati Rasulillah?”. Muadz dengan tegas menjawab: “Ajtahidu bira’yi wala aluw,”. Yang artinya: “Aku mencurahkan daya sekuat mungkin/berijtihad,”.
Mendengar jawaban mantap seperti itu dari Muadz, Nabi kemudian bersabda: “Alhamdulillahilladzi waffaqa rasula Rasulillahi lima yurdhi Rasulallah,”. Yang artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah menuju apa yang diridhai oleh Rasulullah,”.
Nabi kemudian berpesan kepada Muadz saat ia akan menunggangi kendaraannya untuk menuju ke Yaman: “Ittaqillaha haitsuma kunta wa atbi’I as-sayyiatal-hasanata tamhuha wa khaaliqi an-naasa bikhuluqin hasanin,”. Yang artinya: “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, ikutkanlah keburukan dengan kebaikan niscaya kebaikan menghapusnya dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik,”.
Nabi berpesan juga kepada Muadz: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Jika engkau menemui mereka, maka ajaklah mereka untuk menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka salat lima waktu dalam sehari semalam. Bila mereka mematuhimu dalam hal tersebut, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka atas zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, maka jangan sekali-kali engkau mengambil harta mereka yang paling baik. Berhati-hatilah menyangkut doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah,”.
Dari pesan yang diberikan Nabi kepada Muadz tersebut, kita bisa menarik kesimpulan, bahwa Nabi memerintahkan umatnya untuk selalu: Pertama, bertakwa (menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya). Kedua, saat umatnya melakukan suatu keburukan atau hal yang menyimpang dari apa yang telah menjadi kewajibannya, maka segera iringilah perbuatan buruk tersebut dengan perbuatan baik. Karena pahala amal kebaikan tersebut akan melebur amal buruk. Betapa Maha Pengasih Allah kepada seluruh hamba-Nya. Wallahu a’lam.
Oleh: Nilna Husnayain, Koordinator Divisi Tahfidz Pengurus JQH 2022-2023
0 Komentar