Ada satu sahabat rasul yang dikenal sebagai
sahabat yang amat bijaksana, cerdas, dan ahli strategi perang. Berkat strategi
parit yang diusulkannya Islam memperoleh kejayaan pada perang Khandak Dialah
Sahabat Salman Alfarisi.
Salman Al Farisi adalah seorang panglima
andalan Rasul pada masa awal-awal Islam. Keahliannya dalam menentukan strategi
sudah terbukti ampuh untuk menumpas musuh-musuh Islam. Siapa sangka, panglima
perang yang gagah berani ini menempuh jalan terjal bahkan mendaki dalam
perjumpaan dengan agama Islam. Rasa penasaran akan ajaran yang paling benar
dengan pikiran terbuka mengenai banyak hal akhirnya mengantarkannya kepada
Islam. Tak heran, dengan berbagai sifat yang melekat pada dirinya, mengantarkannya
kepada julukan Luqmanul Hakim.
Disadur dari buku “Perjalanan Mencari
Kebenaran, Seorang Laki-Laki Bernama Salman Al-Farisi” karya DR. Shaleh
As-Shaleh, Salman menceritakan Rihlah spiritual-nya kepada Sahabat
Abdullah bin Abbas, kemudian Abdullah bin Abbas menceritakannya kepada sahabat
lainnya.
Salman Al Farisi merupakan sahabat Rasul Saw
yang berasal dari negara Persia, sesuai dengan Laqobnya. Nama belakang
sahabat Salman “Al Farisi, red” merupakan nisbat yang menandakan bahwa beliau
berasal dari negeri Persia, tepatnya di desa Jayyun kota Isfahan. Salman
merupakan anak dari Ruzbeh, seorang bangsawan/tuan tanah kaya raya yang
mempunyai banyak tanah garapan. Dengan status sosial yang tinggi di daerahnya,
tak heran jika Salman tumbuh menjadi laki-laki yang memiliki kecerdasan,
ketangkasan, dan memiliki jiwa kepemimpinan.
Negara Persia pada masa-masa awal Islam, masih
memeluk agama nenek moyang mereka yaitu agama Majusi atau Zoroaster.
Agama yang dianut oleh masyarakat Isfahan pada waktu itu adalah agama yang
menyembah api dengan Zarathustra sebagai pelopor ajarannya. Agama ini
mensucikan api sebagai elemen murni menuju pemujaan Ahura Mahda, maka tak heran
jika mereka sangat memuliakan api dan seakan-akan menyembahnya.
Salman yang merupakan anak seorang bangsawan
memiliki akses kuhusus untuk masuk ke kuil api atau biasa disebut dengan Otash.
Pada suatu saat dia mengambil peran dalam peribadatan kaum Majusi. Dengan sifat
yang baik ditambah lagi status kebangsawanan, Salman didapuk untuk menjadi
penjaga api di Otash tempatnya tinggal.
Pada suatu
hari, Salman diminta ayahnya untuk memeriksa kebun-kebun milik keluarganya yang
tersebar di berbagai wilayah. Dalam perjalanan menuju kebun keluarga, Salman
menjumpai gedung yang tampak berbeda dengan gedung-gedung yang pernah ia
jumpai, ia melihat ada semacam lambang keagamaan terpasang di depan gedung.
Salman memandangi orang-orang yang lalu lalang di gedung tersebut. Tak hanya
itu, Salman juga menjumpai orang-orang tersebut melakukan serangkaian laku
spiritual. Setelah melihat hal tersebut, rasa penasaran Salman mulai bangkit.
Setelah bertanya-tanya akhirnya Salman tahu bahwa gedung bersimbol itu bernama
gereja, tempat orang-orang beragama Nasrani menjalankan ibadah.
“apa yang
kalian lakukan?” tanya Salman.
“kami melakukan
sholat sebagaimana agama kami,” jawab seseorang yang lewat di depannya.
“apa agama
kalian dan dari mana asalnya?” sahut Salman.
“agama kami
adalah Nasrani. Agama yang paling benar, penyelamat domba-domba yang tersesat.
Isa putra Marya adalah juru selamat kami. Agama kami berasal dari Syam, tanah
suci agama-agama samawi berasal.”
Rasa penasaran
Salman-pun berubah menjadi takjub dan takjub menjadi tertarik. Setelah melihat
peribadatan kaum Nasrani, Salman menilai bahwa agama Nasrani memiliki cara
beribadah yang lebih baik dan memiliki nilai kebenaran dalam ajarannya. Hingga
Salman berujar.
“saya berkata
pada diri saya sendiri ‘Sungguh aku tidak pernah menjumpai agama yang lebih
baik dari agama kami (Majusi). Namun saat ini, di depan mataku hadir sesuatu
yang lebih baik peribadatannya dan nilai kebenaran yang terkandung di dalamnya’
saya tidak beranjak dari gereja dan tetap takdzim melihat kegiatan mereka.
Sungguh aku tetap seperti itu hingga matahari terbenam, saya tidak pergi ke
kebun keluarga kami,” ujar Salman. Andaikata salman tidak dicari oleh
pembantunya, Salman tidak akan beranjak dari tempat itu.
Sesampainya di
rumah Salman menceritakan apa yang dilihatnya kepada sang Ayah. Dia berujar
bahwa agama Nasrani punya praktik peribadatan yang lebih baik daripada cara sholat
agama Majusi yang selama ini mereka anut. Salman menyatakan bahwa Nasrani juga
merupakan agama yang benar daripada agama yang selama ini mereka anut.
Mendengar cerita yang demikian membuat muka Ayah Salman menjadi merah-padam. Sang Ayah
menegaskan bahwa dalam agama Nasrani tidak ada kebenaran dan Majusi adalah
ajaran terbaik dan benar. Meski demikian, Salman bersikeras meneguhkan
pendiriannya bahwa Nasrani adalah agama yang benar.
Karena
pendiriannya yang begitu kuat, Ayah Salman mengancam akan merantai kedua
kakinya serta menjadikannya tahanan rumah. Meski diultimatum oleh sang
Ayah, pendirian Salman tetap pada agama Nasrani. Dia sama sekali tidak takut
dengan ancaman sang ayah, bahkan keinginannya untuk belajar ajaran Nasrani
semakin menggebu.
Keesokan
harinya Salman berkirim pesan kepada pihak gereja. Dalam suratnya dia meminta
agar pihak gereja mengabarinya jika ada pedagang dari Syam datang ke Persia
dan mengabarinya jika pedagang itu kembali ke Syam. Tak lama kemudian surat
jawaban dari pihak gereja pun datang. Mereka menegabarkan bahwa pedagang dari
Syam telah tiba dan akan kembali ke Syam dalam beberapa hari kedepan. Seolah
tak mau kehilangan momentum, Salman dengan kecerdikannya berhasil melarikan
dari rumah dan ikut membonceng pedagang kembali ke Syam.
Demi mencari
kebenaran, Salman rela meninggalkan status kebangsawanannya. Tak hanya sampai
situ, Salman bahkan menempuh jalan yang terjal dan mendaki dalam setiap langkah yang dijalaninya.
Oleh: Divisi HUMAS JQH el Fasya- el Febi's 2022-2023
0 Komentar