Peringatan Nuzulul Qur’an: 3 Syarat Keshahihan Al Qur’an sebagai Penopang Keagungan Al Qur’an

 

Dokumentasi Seminar Al Qur’an dalam rangka memperingati Nuzulul Qur'an JQH El Febi's pada Sabtu (1/4) via Zoom Meeting. 

UKM JQH El-Febi’s mengadakan Seminar Al-Qur’an dalam rangka memperingati Nuzulul Qur’an, Sabtu (1/4). Tema yang diangkat pada Nuzulul Qur'an kali ini ialah "Meresapi Keagungan Al-Qur’an melalui Pengelolaan Qiro'ah 'Asroh".

Dalam sambutannya, wakil dekan 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang sekaligus sebagai Ketua Takmir Musholla FEBI, Saekhu sangat mengapresiasi kegiatan ini dan berharap agar kedepannya kolaborasi antara UKM di sekitar FEBI dan Musholla FEBI dapat terus berlanjut.

"Mudah-mudahan saja seminar Al-Qur’an pada hari ini akan menjadikan sebuah jalan untuk berkabolarasi antara JQH, Takmir Musholla dan yang lainnya, dan mudah-mudahan dengan adanya seminar ini mendapatkan amal sholeh bagi kita semua amin ya rabbal alamin", ujar beliau.

Sementara itu, Syukur Abdillah mahasiswa Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum selaku ketua panitia menyampaikan dalam sambutannya agar peserta yang mengikuti seminar ini mampu berpikir ideologis dan kritis. Tidak hanya mendengarkan tetapi mampu memahami agar ilmu yang didapat tidak sia-sia. 

Peringatan Nuzulul Quran ini juga menghadirkan Pakar Ilmu Qiraat yakni Ustadz H. Ahmad Aniq Munir sebagai pengisi acara inti. Pada materi yang disampaikan, beliau mengatakan bahwa Al-Quran adalah petunjuk di dunia dan akhirat yang perlu dipelajari.

"Al Qur'an merupakan petunjuk untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Untuk memperoleh petunjuk dari Al-Qur’an perlu ada upaya menggalinya. Nuzulul Quran kali ini harus kita dijadikan momentum untuk lebih dekat dengan Al-Quran", ujar beliau. 

Selain itu, beliau juga menyampaikan terkait tiga syarat keshahihan Al Qur’an yang menjadi penopang keagungan Al Qur’an itu sendiri. Ketiga syarat tersebut ialah:

1. Sesuai kaidah bahasa Arab atau Nahwu;

2. Sesuai dengan Rasm Utsmani;

3. Sanadnya sahih.

Yang pertama misalnya, disampaikan oleh Ustadz Ahmad Aniq jika ada Ulama yang bacaannya yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab atau Nahwu, maka ini jelas ditolak karena Al-Qur’an di turunkan dengan menggunakan bahasa Arab.

Kemudian yang kedua, jika ada Ulama yang bacaannya tidak sesuai dengan Rasm Utsmani sebagai syarat ke 2, maka bacaannya akan ditolak seperti bacaan Ibnu Sanabul dahulu. Kejadian waktu sholat yang bacaannya tidak sesuai Rasm Utsmani dan itu terjadi di beberapa kali sehingga di tegur dan disuruh taubat namun ia tidak bertaubat.

Syarat yang ketiga, jika ada ulama yang bacaannya sesuai dengan syarat yang pertama dan kedua, akan tetapi sanadnya tidak sahih maka bacaannya di tolak. Hal ini seperti bacaannya Ibnu Muksin dan akan tetapi ulama ini bertaubat lain berbeda dengan Ibnu Sanabil sebelumnya yang tidak bertaubat sehingga akhirnya badannya kurang enak didengar.


(FA)





Posting Komentar

0 Komentar