Oleh : Mukti Bagus Panuntun*
Berkembangnya zaman akan selalu berubah dan
sulit diprediksi. Begitupula kondisi pasang surut sosial,
politik, dan ideologi sebuah negara. Dalam menjaga kestabilan sebuah negara
diperlukan komitmen dan loyalitas dari warganya. Diperlukan nasionalisme yang
kuat agar tiap individu tak goyah jika ada pengaruh buruk yang masuk.
Paham-paham radikal akan selalu mencari celah untuk melancarkan nafsunya
seperti bermain politik berbalut agama sampai konspirasi sejarah agama yang
akhir-akhir ini geger di media sosial.
Alhamdulilah
masyarakat Indonesia sekarang semakin kritis dibantu
dengan melek teknologi sehingga dapat diantisipasi. Namun sebagai negara dengan
penduduk muslim terbesar di dunia tidak mustahil jika paham radikal tersebut
mempunyai peluang sehingga dapat memperbesar pengaruhnya. Untuk semakin
memperkokoh keimanan dan cinta tanah air perlu untuk mempelajari sejarah.
Karena para pendahulu kita sudah meninggalkan pelajaran nasionalisme yang luar
biasa bagi bangsa Indonesia tak terkecuali tokoh-tokoh muslim.
Mereka menjadi
garda terdepan dalam menyebarkan ajaran Islam yang rahmatallil alamin
serta kegigihan dalam memerjuangkan kemerdekaan. Sudah sangat banyak
kejadian-kejadian luar biasa, memakan waktu lama serta rasa pedih yang dialami
bangsa Indonesia sehingga pada akhirnya negara ini dapat merdeka dan berdikari.
Sangat mustahil jika setiap tokoh Islam nusantara tidak melibatkan rasa
nasionalisme yang kuat sehingga dapat memerjuangkan negara ini dari penjajahan.
Salah satu
tokoh Islam yang terkenal dalam perjuangannya melawan penjajah adalah Sultan
Agung Hanyakrakusuma, raja Mataram Islam ketiga yang memerintah pada tahun
1613-1645 M. Pelajaran yang dapat kita ambil adalah ketika Sultan Agung
menyerang ke Batavia dengan prajurit-prajurit dari berbagai kerajaan lain.
Karena tahu bahwa di Jawa terdapat beberapa kerajaan berskala kecil dengan
perbedaan sistem, maka solusi terbaiknya adalah dengan
menyatukan kerajaan-kerajaan tersebut yang nantinya bersatu di bawah panji kerajaan Mataram guna melawan VOC
Belanda di Batavia. Selain menambah armada prajurit kerajaan, wilayah-wilayah
kerajaan kecil otomatis menjadi tempat persinggahan dan dijadikan lumbung pangan
untuk mencukupi kebutuhan prajurit serta rakyatnya.
Dari besarnya
potensi kerajaan Mataram untuk menaklukan VOC Belanda tak semudah yang
diperkirakan karena tentara VOC cerdik dalam menangani ambisi prajurit Mataram.
Mereka membakar lumbung-lumbung pangan persediaan yang mengakibatkan prajurit
mengalami kegelisahan akhirnya terjadi kekalahan. Dari kekalahan tersebut
disitulah nasionalisme diuji berlipat ganda karena rasa nasionalisme yang sudah
dipupuk sebelum perang nyatanya harus menerima kekalahan. Para prajurit
terpaksa tidak pulang ke Mataram karena bekal mereka sudah habis, yang kemudian
menyebar di Batavia dan membawa pengaruh ajaran Islam dari Mataram. Seiring
berjalannya waktu para prajurit inilah yang menjadi cikal bakal sebab
terusirnya tentara Belanda dari tanah Batavia.
Dari kejadian tersebut
kita bisa belajar bahwa nasionalisme harus tetap tertanam pada jiwa walau gagal
dengan cara yang sudah dipersiapkan secara matang dan terbaik. Karena pasti ada
cara lain asal komitmen dan terus bergerak. Ajaran-ajaran yang Sultan Agung
buat seperti model pendekatan budaya dan agama sukses mengislamkan orang-orang
di tanah Jawa dan rasa nasionalisme. Apalagi di masyarakat akar rumput masih
kuat dalam memegang ajaran tersebut karena sudah terbukti ratusan tahun dapat
menjaga kondisi negara ini dari guncangan-guncangan yang terjadi baik dari
faktor internal maupun eksternal.
Situasi dan
kondisi dari tahun ke tahun akan selalu berubah. Akan ada di suatu saat ancaman
datang untuk mengganggu persatuan. Jika dulu ancamannya menggunakan fisik
secara langsung seperti penjajahan dari negara luar, zaman sekarang lebih ke
pengaruh halus melalui doktrinisasi ideologi. Pemaksaan ideologi yang tidak
sesuai dengan kondisi masyarakatnya mampu memporak porandakan suatu bangsa jika
ideologi tersebut lebih besar dari ideologi yang diyakini sebelumnya melemah.
Sultan Agung telah mengajarkan melalui kebijakannya mengasimilasi kalender
serta ajaran Jawa dengan ajaran Islam sehingga bukan hanya di terima masyarakat
namun semakin menguatkan jatidiri mereka terhadap budaya serta ajaran yang
mampu membawa keselamatan dunia dan akhirat.
Penjajahan model doktrinisasi ideologi sangat berbahaya karena dapat mengadu domba warga sipil yang berbeda paham, kemudian menghalalkan segala cara agar apa yang ia dan golongannya yakini dapat menguasai suatu wilayah tersebut. Dengan gaya yang radikal maka tak heran jika pembunuhan, tangisan, dentuman senjata akan terjadi. Bapak bangsa Ir. Soekarno pernah berkata bahwa tugas kita sekarang lebih berat karena harus menjaga kestabilan negara dari susupan luar yang dapat memecah belah persatuan. Sudah sepatutnya bagi kita memelajari nasionalisme tokoh-tokoh Islam zaman dulu dalam memerjuangkan negara ini sehingga tetap aman damai sampai sekarang. Karena identitas agama tak selalu dari budaya dimana ia dilahirkan namun pemahaman makna dan nilai ajaran yang matang akan melahirkan ijtihad sehingga tetap selaras dengan tujuan agama yakni keselamatan dunia akhirat.
*Penulis adalah anggota JQH 2016 sekaligus Koordinator Humas 2018/2019
0 Komentar