HAGIA SOPHIA ADALAH SIMBOL DAN PENCARIAN JATI DIRI BANGSA TURKI

Sumber Gambar : Sindo News

(Part 2)

........
Makna dibalik perubahan menjadi masjid merupakan pencarian jati diri masyarakat Turki yang selama ini diperjuangkan. Diawali tahun 2013 sejumlah politisi Turki dari partai pro pemerintah yang dianggap sebagai kekuatan islamis meminta agar Hagi Sophia menjadi masjid kembali. Berlanjut ke 1 juli 2016 Adzan dikumandangkan untuk pertama kalinya setelah 85 tahun lamanya dari dalam bangunan. November 2016, sebuah organisasi non pemerintah, Asosiasi Perlindungan Monumen dan Lingkungan bersejarah mengajukan gugatan agar mengembalikan Hagia Sophia jadi masjid kembali namun pengadilan menolak gugatan tersebut. 13 mei 2017, sejumlah pemuda dari Asosiasi pemuda Anatolia (AGD) berkumpul di depan bangunan Hagia Sophia untuk melakukan ibadah sholat subuh berjamaah kemudian mereka menuntut untuk mengubah Hagia Sophia. Ramadhan 2017, Direktorat kegamaan Turki (Diyanet) menyelenggarakan malam Lailatul Qodar di Hagia Sophia dan acara tersebut di tayangkan secara langsung oleh televisi pemerintah dan diisi dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an. 31 maret 2018, Presiden Reccip Teyyep Erdogan membaca surat Al Baqarah di dalam gedung yang didedikasikan untuk jiwa-jiwa yang telah pergi terutama untuk penakluk Istanbul. Maret 2019, Erdogan berjanji untuk mengubah status Hagia Sopia menjadi masjid kembali seraya mengatakan kesalahan sangat besar mengubah Hagia Sophia menjadi museum. Pada perayaan 567 tahun penaklukan Istanbul oleh Sultan Mehmed II yang diselenggarakan pada 29 Mei 2020 di dalam Hagia Sophia, surat Al Fath yang berisikan janji kemenangan untuk umat islam dibacakan syahdu oleh seorang Qori’ dan Yunani mengetahui hal itu kemudian mengecam penyelenggaraan tersebut.

Perjuangan sampai menjadi masjid selalu menuai kecaman seolah olah Islam tidak boleh ditegakkan. 10 Juli 2020 Pengadilan Turki akhirnya memutuskan bahwa pengalihfungsian Hagia Sophia dari masjid menjadi museum oleh Mustafa Kemal adalah ilegal.   Satu jam setelah putusan, Erdogan langsung menandatangai dekrit dan mengumumkannya disertai bahwa untuk pengelolaan Masjid Hagia Sophia diserahkan kepada Direktorat Urusan Agama dan membukanya untuk ibadah kaum muslim.

            Di balik perjuangan masyarakat Turki untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid bukan sebatas masalah bangunan saja secara fisik namun lebih kepada nilai kebebasan rakyat Turki terhadap sekulerisasi.  Momentum ini bagaikan simbol dari masyarakat Turki  sendiri yang sedang mencari identitas diri mereka yang sempat mengalami gap sangat ekstrim. Semenjak Utsmani runtuh dan digantikan dengan Republik Turki sejak tahun 1924 paham sekuler menjangkiti negara menjadikan masyarakat terbelah menjadi dua kubu yakni masyarakat Nasionalis yang berpaham sekulerisme demokratis dan masyarakat Islamis yang berpaham konservatif, namun pengaruh sekulerisasi lebih kuat. Maka dari itu karena sekulerisasi sudah menghegemoni masyarakat Turki, mereka berpikir bagaimana agar ideologi sekuler dan islam dapat hidup berdampingan sebagai satu kesatuan dari jati diri Turki yang baru dan lebih baik tentunya. Ketika Presiden Erdogan berkuasa beliau sangat getol mengembalikan ruh-ruh islam di Turki. Ia sangat aktif dalam menyerukan pembelaan terhadap kaum-kaum muslimin, bukan hanya di negerinya sendiri namun ke semua masyarakat muslim di dunia. Keambisiusan Erdogan dalam mengembalikan nilai-nilai islam di Turki yang sempat terpasung puluhan tahun mendapat banyak dukungan dari rakyatnya. Hal ini karena ada rasa ketidaknyamanan dalam diri masyarakyat Turki terlebih masyarakat Islamis yang sejak lama resah dengan kebijakan-kebijakan sekulerisme. Wajar saja jika masyarakat dihantui rasa ketidaknyamana karena Kesultanan Utsmani yang sudah berdiri selama 6 abad lamanya harus digantikan dengan sistem sekulerisme yang dipaksakan oleh Mustafa Kemal. Dari nilai ala barat yang di generalisasikan disemua sektor membuat masyarakat Islamis tak bisa berbuat banyak. Dengan kekuatan pengikutnya yang banyak, militer yang kuat, serta dukungan dari negara barat Mustafa Kemal yang berlatar belakang militer menggunakan gaya pemaksaan ke  seluruh masyarakat Turki untuk meninggalkan nilai-nilai lama dan mengganti nilai-nilai baru yang diadopsi dari barat dengan dalih agar Turki bisa bangkit dan maju setara dengan negara-negara Eropa.

Dengan alasan akan merusak nilai universal perdaban beragama tokoh-tokoh dunia barat terus memprotes dan akan menekan terus usaha kaum muslim. Kini dunia semakin berubah, mereka seolah lupa bahwa kini semua masyarakat dunia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan nilai-nilai toleransi sebagai umat manusia yang beradab.


*Mukti B. P adalah anggota JQH 2016 sekaligus Koordinator Humas 2018/2019

Posting Komentar

0 Komentar