Sumber gambar : www.google.com
Oleh: Syukur Abdillah*
Lalu apa yang dimaksudkan dengan rofats? Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar mengatakan :
“Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti makan atau berhubungan badan dengan istri) tidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan” (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah).
Bulan Ramadhan bagai tamu agung yang
ditunggu-tunggu oleh umat Muslim. Di bulan ini, pintu ampunan dibuka selebar-lebarnya
dan samudra pahala terbentang luas. Asyik bukan? Di samping adanya kewajiban
berpuasa sebulan penuh, momentum ini seharusnya dimanfaatkan sebaik mungkin
untuk mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai hal yang bermanfaat, berlomba-lomba
mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya dan mengerjakan rutinitas sehari-hari
dengan niat yang tulus hanya untuk Allah semata. Sangat disayangkan jika
seseorang tidak mampu meraup keuntngan (pahala) di bulan suci ini.
Betapa ruginya, jika seseorang
menunaikan puasa tetapi tidak memenuhi adab dan aturannya. Rasulullah SAW
pernah menyebutkan bahwa ada banyak orang yang berpuasa tanpa hasil apapun
kecuali hanya lapar dan dahaga. Mungkin masih banyak orang yang menyepelekan
perkara-perkara kecil, yang malah menjadikan puasa Ramadhannya sia-sia.
Lalu, perkara apa sajakah yang justru membuat puasa kita rugi? Berikut
penjelasannya :
Berkata Dusta (az zuur)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ
بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak
meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak
butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan” (HR. Ibnu Majah no. 1689).
As Suyuthi
mengatakan bahwa az zuur adalah berkata dusta dan memfitnah (buhtan).
Sedangkan mengamalkannya berarti melakukan perbuatan keji yang konsekuensinya
telah Allah larang.
Maksud konteks
tersebut adalah orang-orang yang selama berpuasa hanya menahan haus dan lapar
saja, yang tidak bisa menahan lisannya berucap hal-hal yang baik. Termasuk dari
perkataan dan tindakan zur adalah memberikan kesaksian palsu,
menggunjing, memfitnah, menuduh zina, mencela, melaknat dan perkataan-perkataan
lainnya yang tidak bermanfaat.
Berkata lagwu (sia-sia)
dan rofats (kata-kata kotor)
Amalan yang kedua yang membuat puasa
seseorang menjadi sia-sia adalah perkataan lagwu dan rofats.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ،
إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ
جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa bukanlah hanya menahan
makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari
perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat
usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa” (HR.
Ibnu Majah dan Hakim). Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no.
1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih.
Apa yang dimaksud dengan lagwu?
Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy mengatakan :
اللَّغْو الْكَلَام الَّذِي لَا أَصْل لَهُ مِنْ
الْبَاطِل وَشَبَهه
“Lagwu adalah
perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah”.
Lalu apa yang dimaksudkan dengan rofats? Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar mengatakan :
وَيُطْلَق عَلَى التَّعْرِيض بِهِ وَعَلَى
الْفُحْش فِي الْقَوْل
“Istilah Rofats digunakan
dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji”.
Melakukan Berbagai Macam Maksiat
Seperti yang
kita ketahui, puasa bukan saja menahan diri dari makan dan minum saja, namun
menahan diri dari syahwat dan perbuatan maksiat. Coba perhatikan petuah dari
Ibnu Rojab Al Hambali berikut :
“Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti makan atau berhubungan badan dengan istri) tidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan” (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah).
Sejelek-jelek puasa yaitu hanya
menahan lapar dan dahaga saja. Hendaknya seseorang menahan anggota badan lainnya dari
berbuat maksiat. Ibnu Rojab mengatakan :
أَهْوَنُ الصِّيَامُ تَرْكُ الشَّرَابِ وَ
الطَّعَامِ
“Tingkatan puasa yang paling
rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja”.
Itulah di
antara perkara yang bisa membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia. Betapa
banyak orang yang masih melakukan hal tersebut. Begitu mudahnya mereka mengeluarkan kata-kata kotor, dusta,
tidak
berfaidah, menggunjing
orang lain dan masih melakukan maksiat. Jadi, jangan sampai kita menjadi orang yang
merugi dan puasa kita sia-sia hanya karena perbuatan di atas.
Wallahua’lam bis shawab
*Penulis adalah anggota JQH 2019
0 Komentar