Buah Pena : Wahyudi*
Mengenang Khadijahmu dan sang perkasa Abu Thalib
Kurun yang berdekatan
Menjadikan mereka kembali kepada-Nya
Sedihmu begitu dalam
Seakan sang Waktu sedang mengokohkan hatimu
Engkau sabar menanti walau terus merindu
Engkau... Sang Nabi Agung
Ditinggal paman dan bidadarimu
Dihina
Dihujam
Dilempar kotoran dan bantuan
Tetap sabar menghadapi umat yang begitu fana
Engkau bergelut sedih
Tapi dakwahmu mengalir deras
Waktu berlalu
Tubuh khadijahmu sudah tertanam lama
Engkau masih bergelut dengan sedih
Hingga engkau dihibur oleh sang Pengasih
Setelah sujud panjang dalam isya
Jibril membelah dadamu
Dicucinya dengan Zam-zam suci
Dimasukkanlah hikmah di dalamnya
Dengan Buroq sebagai tunggangan
Sangat cepat sejauh mata memandang
Isra'mu pun dimulai
Matamu berbinar menggambarkan takjub
Dalam bayang malam
Di tengah angin gurun
Engkau dihantarkan sisi lain tempat suci
Mengimami dua rakaat untuk roh Nabi pendahulu
Lekas itu Jibril membawakanmu minum
"Susu atau arak yang kamu pilih Muhammad?" Ucap Jibril
Susu kau minum melepas dahaga
Jibril pun tersenyum merekah
"Sungguh, Engkau memilih kesucian"
Taqwamu semakin mengakar dalam jiwa
Buroq bersiap
Jibril menemani
Mi'raj pun kau jalani
Dirimu penuh dengan kagum,
Ketika melihat indahnya semesta
Dirimu penuh jenuh dan tangis
Melihat gambaran siksa neraka amat kejam
Hingga engkau berjumpa dengan
Adam, Isa, Yusuf, Idris, Musa, dan juga Ibrahim
Sapa mereka, "Selamat datang bagimu saudara dan Nabi"
Kau terus naik hingga ke Baitul Makmur
Tempat para malaikat nan suci menyembah sang Pencipta
Tak lupa matamu dimanjakan dengan Sidratul muntaha
Dan sungai-sungai indah
Berjumpalah engkau dengan sang Pencipta
Menerima titah tuhan 50 waktu sholat untuk umat
Musa membantumu mengurangi hingga lima waktu sholat
Kau ucapakan, "Aku malu untuk kembali bertemu lagi kepada-Nya"
Kau terima titah
Dirimu kembali ke tempat semula
Terbanggun menceritakan ke sahabatmu
Lantas iman mereka dipertahruhkan
Engkau dicerca gila
Sungguh menyayat hati
Tapi dengan lantang As Shidiq membenarakan
Engkau Nabi mulia
Mengajarkan kami welas asih
Titah-Nya sebagai tombak agama
Kebajikan adalah bumbu kehidupan
Engkau berjuang meski dihina
Sedih melihat sejarahmu yang begitu singkat
Ketika sempurna agamamu
Telah bercerai nyawa dan raga
Titah-Nya telah sampai kepada zaman kami
Ajaranmu telah merasuki hati
Bagaimana tak hina?
Ketika kami melanggarnya
*Penulis adalah anggota JQH 2018 sekaligus pengurus Sie. Humas 2020
0 Komentar