Isra’ Mi’raj merupakan salah satu berita yang wajib untuk diyakini oleh umat islam sebab berita tersebut disampaikan oleh Nabi sendiri. Meskipun begitu banyak orang yang meragukan kebenaran Isra’ Mi’raj, dalam pandangan mereka terdapat kejanggalan yang mencegah mereka untuk mempercayai bahwa Nabi Muhammad benar-benar telah di isra’kan dan di mi’rajkan. Isra’ adalah perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan menembus ruang angkasa hingga ke Sidratil Muntaha. Menurut logika mereka, itu hal yang tidak masuk akal terjadi dalam waktu semalam saja. Bahkan harusnya memakan waktu beribu-ribu tahun.
Dalam memeringati Isra’ Mi’raj JQH eL Fasya eL Febi’s mengadakan Muhadloroh yang mendatangkan Dr. KH. Tholkhatul Khoir, M.Ag selaku Sekretaris umum JQH PWNU Jawa Tengah pada Selasa, 2 April 2019 di Masjid kampus 3 UIN Walisongo Semarang. Beliau menuturkan bahwa sekarang banyak sekali orang meragukan hal-hal berbau ghaib bahkan cenderung melecehkan. Salah satunya adalah mereka meremehkan orang yang mengucap salam kepada ahli kubur. Untuk apa mengucap kepada orang yang sudah mati, sia-sia saja begitulah logika mereka. Namun sebenarnya jika diumpamakan orang yang megucap salam kepada ahli kubur itu ibarat seorang presenter yang berbicara di depan kamera. “Meskipun jika dilihat seperti ‘ngomong dewe’ tapi sejatinya dia berbicara di depan berjuta pasang mata yang melihatnya di TV” Tutur alumnus program Doktoral dengan predikat cumlaude dari UIN Sunan Ampel tersebut.
Tidak percaya kebenaran Isra’ Mi’raj berarti juga menuduh Nabi Muhammad berbohong, padahal tidak mungkin Nabi berbohong. Sejak kecil beliau tidak bisa baca-tulis tapi ucapan beliau bersifat ijaz (ringkas tapi luas maknanya). Untuk menghadapi orang yang tidak mempercayai Isra’ Mi’raj, ada perumpamaan yang sangat jelas dan lugas. Nabi menceritakan Isra’ dan Mi’rajnya itu digambarkan dengan seekor semut yang berasal dari Semarang, kebetulan semut itu tidak sengaja terbawa di baju Pak Tholkhah yang hendak pergi ke Jakarta menggunakan pesawat terbang. Sejam kemudian semut itu sudah sampai di Jakarta dan jatuh dari baju yang ditumpanginya. Selang beberapa waktu, semut dari Semarang tadi bertemu kawanan semut di Jakarta dan terjadilah dialog.
Semut Semarang : “eh, barusan aku dari Semarang loh, ibukota Jawa Tengah”.
Kawanan semut Jakarta : “nggak mungkin, ngada-ngada aja. Mana mungkin perjalanan Semarang-Jakarta Cuma sejam. Seenggaknya butuh waktu setahun dari Semarang ke Jakarta.”
Semut Semarang ; “beneran. Suer deh. Nggak bohong.”
Seperti itulah gambaran pemikiran orang yang tidak mempercayai Isra’ Mi’raj. Sesungguhnya bukan Isra’ Mi’raj yang tidak masuk akal, akan tetapi akal mereka yang tidak sampai untuk memikirkan teknologi macam apa yang sukses mengajak Nabi melakukan perjalanan luar biasa tersebut. Padahal sejatinya teknologi semacam itu ada, namun pikiran mereka tidak mampu melogikanya.
(Muhammad Akmal Habib)
0 Komentar