Syekh
Ibrahim al Mishri seorang dosen dari Universitas Al Azhar Mesir yang ditugaskan
untuk mengajar bahasa Arab di Indonesia menyempatkan mengajari bahasa arab
kepada para mahasiswa UKM JQH eL Fasya eL Febi’s. Dalam acara Sarasehan oleh
Divisi bahasa Arab yang bertempat di Musholla FEBI UIN Walisongo pada Jum’at,
29 Maret 2019. Dakwahnya lewat mengajar
bahasa Arab di kampus UIN Walisongo Semarang ini sudah memasuki tahun kedua. Pada
akhir tahun ke tiga rencananya beliau akan kembali ke Mesir untuk mengajar di Universitas Al Azhar lagi.
“kepergian saya ke Indonesia meninggalkan banyak keluarga dan murid-murid
disana, karena saya juga punya ma’had, jadi
tidak selamanya saya berdakwah disini” tuturnya dalam bahasa Arab yang
sudah diterjemahkan.
Bahasa
Arab adalah bahasa Al qur’an. Al qur’an itu diturunkan hanya menggunakan bahasa Arab, itu mengapa bahasa Arab lebih unggul dari bahasa-bahasa
yang lain. Oleh karena itu orang yang bisa berbahasa Arab termasuk orang yang
beruntung apalagi orang yang hidup bukan dalam lingkungan Arab. Namun beberapa
masalah yang menjadi kendala bagi sebagian orang dalam berbicara bahasa Arab
dan bukan asli orang Arab, beliau menjelaskan diantaranya ada 4 kendala :
Yang
pertama adalah ‘Adamu Tsiqqah bin Nafsi
(Tidak percaya diri). Mereka takut salah, itu adalah kendala Orang Indonesia
dalam melafalkan bahasa Arab karena takut salah, takut tidak sesuai dengan
akidah. Oleh karena itu kita harus menghilangkan rasa takut itu agar kita bisa
berbicara bahasa Arab. Caran mengatasinya dengan mensugestikan diri sendiri
seperti “saya bisa bahasa Arab” atau “saya yakin bisa berbahasa Arab” semacam
itu secara terus menerus.
Yang
kedua adanya Al kaslanu (Malas). Karena sesungguhnya bahasa itu akan
mengena dengan kebiasaan kita dalam berbicara maka kita tidak akan mendapatkan bahasa
itu jika kita tidak biasa melafalkan dan mempraktekannya. Jadi kita tidak hanya
belajar di kelas saja, ketika di rumah atau kos harus mengulangi bahkan tidak
cukup satu kali harus berkali-kali. Cara menghindarkan rasa malas adalah dengan
adanya rasa semangat, semangat belajar dan semangat mengulang sampai
membiasakannya.
Yang
ketiga ‘Adamu mumarasah (Tidak praktek).
Carilah orang yang bisa berbicara bahasa Arab untuk melatih berbicara. Jangan
belajar dengan terjemah saja karena itu cara yang salah. Belajarlah langsung
dengan membiasakan mengucapkannya, jika tidak menemui yang bisa berbahasa Arab
maka biasakan dari diri sendiri untuk bicara di depan cermin. Konsistenkan
bicara, melihat dan memperhatikan kosa katanya.
Yang
ke empat yaitu Membaca Al qur’an tanpa tau artinya. Kita harus membiasakan diri belajar
membiasakan langsung untuk mengartikan Al qur’an. Jadi ketika membaca Al qur’an
bukan hanya semata-mata membaca saja tapi berusaha memahami. Misal dalam surat An Nas kita belajar memahami
kandungannya, surat Al Buruj, dan sebagainya. Ketika membaca harus menghayati
artinya. Karena kunci dari bahasa adalah pada kosa kata.
Pada
sesi pertanyaan seorang mahasiswa angkatan 2018 bernama Fadli bertanya, lebih
baik praktek bicara atau belajar nahwu sorof dulu, beliau menjawab, penting
semua. Namun untuk kontek orang Indonesia lebih baik belajar mumarosah atau langsung praktek. Beda dengan
orang Arab yang sudah tahu bahasa Arab lebih dulu maka belajarnya nahwu sorof.
Selanjutnya
Laily juga bertanya, Apa pentingnya belajar bahasa Arab? Dan beliau menjawab, jangan
berfikir untuk masa sekarang saja, tapi jangka kedepannya juga. Jika kita
pintar bahasa Arab nantinya akan dicari orang. Untuk saat ini jangan mengeluh dengan
kendala-kendala yang menghambat kita untuk belajar bahasa Arab karena
pentingnya belajar bahasa Arab akan kita rasakan ketika sudah dewasa. Bahasa
Arab adalah bahasa Al qur’an, bahasa agama Islam, dan belajar bahasa Arab adalah
sebuah dakwah.
(Mukti)
0 Komentar