Pemikiran Yusuf Qaradhawi tentang Obligasi


Oleh: Muhammad Nadziful Labib

Biografi Yusuf Qardhawi
Yusuf Qardhawi lahir di Mesir, 9 september 1926. Ia telah hafal Al Qur’an tahun belajar di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi hingga berlanjut di Fakultas Ushuludin di Al Azhar Mesir 1952 lulus. Dengan desertasinya yang sangat bagus yang berjudul “zakat dan dampaknya dalam penanggulangan kemiskinan” ia meraih gelar doktornya. Desertasinya yang bagus kemudian disempurnakan menjadi buku Fiqh Zakat. Bukunya sangatlah komprehensif dalam membahas zakat dipengaruhi oleh Hasan Al Banna dan Al Ghozali tetapi dengan nuansa yang lebih modern. Meski pernah dipenjara karena tersangkut masalah politik. Sampai sekarang bukunya masih dijadikan rujukan. Ia salah satu ulama kontemporer yang berpengaruh terhadap dunia islam. Sangat banyak karyanya yang diterjemahkan.

Pembahasan Fiqh tentang Zakat Obligasi
Saham berbeda dengan Obligasi kalau saham adalah sebuah hak kepemilikan atas kekayaan seseorang, atau atas penunujukan saham. Sedangkan Obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan atau pemerintah kepada yang bersangkutan untuk berkewajiban melunasi sejumlah utang dalam waktu tertentu dengan bunga tertentu pula. Perbedaan saham dan Obligasi adalah saham merupakan kekayaan pemerintah, perusahaan, bank atau individu sedangkan Obligasi adalah suatu piutang atau pinjaman kepada pemerintah, perusahaan atau bank.
Saham memberikan keuntungan sesuai keadaan bank kalau untung ya untung kalau rugi juga nanggung rugi sedangkan obligasi memberikan keuantungan tertentu tidak kurang maupun bertambah. Pembawa saham adalah pemilik peusahaan sesuai saham sedangkan obligasi malah pemberi utang perusahaan, bank atau pemerintah. Saham dibayar setelah keuantungan perusahaan tapi obligasi pada waktu tertentu
Saham ataupun obligasi adalah surat berharga yang berhak untuk ditulis. Menjadi alat yang banyak digunakan untuk membeli barang dan lain sebagainya. Biasanya nilai saham atau obligasi tergantung situasi politik dan ekonomi suatu negara dan dunia internasional.
Jadi kegiatan transaksi saham diatas adalah halal selama yang ditransaksikan adalah halal. tapi berbeda dengan obligasi karena obligasi terdapat riba yang haram dan termasuk kekayaan pemilik. 

Kalau saham jelas dizakati tapi Obligasi apakah wajib dizakati?
Padangan ulama memngenai kedua hal tersebut seperti, Prof. Mahmut Syalthout, Dr. Yusuf Qaradhawi, Dr. Wahbah Zuhayli, dan Syaikh Abdurrahman Isa sepakat Saham halal Obligasi haram karena mengandung fixed rerturn. Saham ada prinsip Mudharabah sedangkan Obligasi kredit berbungan yang sudah ditentukan. Tapi ada sedikit kelonggaran dari Syaikh Abdurrahman Isa yang memandang Obligasi produktif proyek pemerintah dihalalkan karena termasuk Mudharabah.
Obligasi merupakan surat piutang jadi pemiliknya pada dasarnya memiliki kekayaan meski dibayarnya ketika jatuh tempo. Jadi obligasi wajib zakat jika setahun ditanganya. Jika belum, tidak wajib zakat. Piutang biasanya sudah pasti akan kembali kepemiliknya maka wajib zakat. Tapi berbeda dengan obligasi karena obligasi piutang yang pembayaranya dengan menggunakn bunga atau riba. Ini berbeda dengan piutang yang dipahami oleh para ulama. Tapi tetap wajib zakat bagi pemilik obligasi karena haramnya bunga tidak bisa menghindarkan pemiliknya dari wajib zakat. Karena para ulama sepakat bahwa zakat perhiasan haram adalah wajib.
Obligasi dan saham termasuk barang dagangan jadi sama dengan perdagangan harta lainya. jadi bisa diambil zakatnya 2,5% senilai barang dagangan. Dengan syarat telah mencapai nisab atau tambahan lainya. zakatnya senilai 85 gram emas dan perak. para ulama sepakat bahwa meski obligasi haram tetapi wajib dizakati alasanya hal itu akan mendorong orang – orang untuk memilih yang haram daripada yang halal. dengan begitu mereka akan lebih memilih saham yang halal daripada obligasi yang haram.
Semua ulama mewajibkan zakat obligasi meski tidak semuanya sepakat pada takarannya. Harta perusahaan ada 3: a. Harta dalam bentuk barang b. harta dalam bentuk uang c. harta dalam bentuk piutang. Jadi bisa diketahui dengan neraca pembayaran prusahaan. Dikeluarkan zakatnya kecuali sarana dan prasarana di tambah laba lalu dikeluarkanlah zakat 2,5 %. 

Referensi: 
Qaradhawi, Yusuf, Fiqh al Zakat, (Beirut: 1991)

Posting Komentar

0 Komentar